Mungkin tak banyak yang tahu tentang dirinya. Tetapi namanya, diabadikan sebagai nama jalan bebas hambatan dari Jakarta menuju Bandara Soekarno-Hatta, Jalan Prof. Ir. RM. Sedyatmo. Ia lahir di Karanganyar, Jawa Tengah pada tahun 1909. Ia adalah seorang insinyur Indonesia yang sering dijuluki "Si Kancil" karena terkenal banyak akalnya.
Sedyatmo
kecil adalah anak kreatif yang sejak kecil sudah menciptakan
penemuan-penemuan kecil, baik itu dalam menciptakan kualitas benang
gelasan yang berbobot, maupun dalam menciptakan "pabrik" dari kotoran
kerbau yang menjadi bahan permainannya bersama anak-anak desa selama
berhari-hari.
Awalnya,
dia diberi nama R.M. Sarwanto, tetapi karena dia menderita sakit yang
tidak kunjung sembuh, maka sebagaimana biasanya dalam kebiasaan
masyarakat Jawa, orangtuanya memberinya nama baru yang lebih sesuai
yaitu Sedyatmo. Nama ini memiliki arti sebagai anak yang kelak akan
menjadi anak yang baik dan berguna baik masyarakat, bangsa, dan
negaranya. Sedyatmo pernah menentang pendapat gurunya yang menyatakan
bahwa bumi itu bulat seperti bola. Alih-alih marah, sang guru mencoba
menjelaskan sejelas-jelasnya sehingga akhirnya Sedyatmo mengakui
kesalahan pemikirannya. Guru ini pula yang kemudian memberikan jaminan
kepada rektor Technische Hogescholl (THS), sekarang bernama Institut Teknologi Bandung
(ITB), bahwa Sedyatmo pasti bisa mengikuti perkuliahan di sana walaupun
saat itu nilai rata-rata tes yang dikantonginya tidak tinggi. Berkat
dukungan guru yang pernah ditentangnya di kelas itu, Sedyatmo akhirnya
bisa memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke THS.
Ketika
belajar di THS, Sedyatmo juga mempertanyakan fungsi teori bilangan
khayal kepada profesor yang mengajarnya. Dengan jujur sang profesor
menjawab, "Saya tidak dapat menjawab pertanyaanmu, Tuan Sedyatmo. Tetapi
saya hanya memberitahukan bahwa kalau Tuan tidak memahami benar teori
bilangan khayal, maka Tuan tidak akan menjadi insinyur yang baik."
Jawaban itulah yang membuat Sedyatmo justru lebih dalam berpikir, dan
akhirnya mengakui kekuatan imajinasi sebagai salah satu pilar kesuksesan
dalam penemuan baru.
Jembatan Wiroko yang berdiri di atas Sungai Bengawan Solo, karya pertama Prof. Ir. R.M. Sedyatmo. |
Karya
pertama yang melecut kepercayaan dirinya sebagai seorang insinyur
adalah jembatan air Wiroko yang selesai dibangun pada tahun 1937. Berkat
dukungan penuh dari Mangkunegoro VII, maka tentangan dari pemerintah
Belanda, bahkan dari almamater Sedyatmo sendiri (THS) tidak menjadi batu
sandungan yang berarti baginya. Karya pertamanya itu menjadi pembuka
jalan bagi karya-karya selanjutnya.
Konstruksi Pondasi Cakar Ayam. (Gambar dari: http://atadroe88.blogspot.com/) |
Salah satu temuannya yang masih dipakai oleh banyak orang hingga saat ini adalah sistem Pondasi Cakar Ayam
yang ditemukannya tahun 1962. Pondasi cakar ayam terdiri atas pelat
beton bertulang dengan ketebalan 10 hingga 15 centimeter, tergantung
dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya.
Di
bawah pelat beton dibuat sumuran pipa-pipa dengan jarak sumbu antara 2
hingga 3 m. Diameter pipa 1.2 meter, tebal 8 sentimeter, dan panjangnya
tergantung dari beban di atas pelat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa
dipakai tulangan tunggal, sedangkan untuk pelat dipakai tulangan ganda.
Sistem
pondasi cakar ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di
daerah di mana peralatan modern dan tenaga ahli sukar didapat. Sampai
dengan batas-batas tertentu, sistem ini dapat menggantikan pondasi tiang
pancang. Untuk gedung berlantai 3 atau 4 misalnya, sistem cakar ayam
biayanya akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.
Temuan Sedyatmo awalnya digunakan dalam pembuatan apron Pelabuhan Udara TNI-Angkatan Laut Juanda di Surabaya, landasan Bandara Polonia di Medan, dan landasan Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta. Hasil temuannya tersebut telah dipatenkan dan juga dipakai di luar negeri.
Apron Terminal A Bandara Soekarno-Hatta dilihat dari Menara Kontrol yang juga sedang dalam tahap pembangunan pada tahun 1983 dengan menggunakan sistem konstruksi Pondasi Cakar Ayam. (Gambar dari: http://pondasicakarayam.blogspot.com/) |
Kendati
temuannya dipakai oleh bangsa luar sekalipun, Sedyatmo bukanlah ilmuwan
yang haus akan penghargaan. Sikap rendah hati dan dedikasinya yang
tinggi terhadap bangsa menjadi spirit bagi ciptaannya. Dan uniknya,
Sedyatmo selalu menekankan pentingnya intuisi dan pengamatan terhadap
alam semesta. Karya cakar ayamnya merupakan bukti bagaimana ciptaannya
itu terilhami oleh akar pohon kelapa.
Dua buah tabung beton yang akan ditanamkan ke dalam tanah sebagai bagian dari sistem konstruksi Pondasi Cakar Ayam. Seorang insinyur yang berdiri disebelahnya bisa dipakai sebagai pembanding besarannnya. Perhatikan pembesian pada tabung-tabung tersebut yang tidak terlalu besar (diameter 12mm). (Gambar dari: http://pondasicakarayam.blogspot.com/) |
Beberapa
karya Sedyatmo lainnya yang terkenal adalah pompa hidrolis, bendungan
Jatiluhur, dan bahkan jembatan Suramadu dibangun berdasarkan konsep awal
Sedyatmo. Tak heran, kontribusinya yang luar biasa bagi pengetahuan
teknik, dan menobatkan Sedyatmo meraih sejumlah penghargaan
internasional.
Pengagum
tokoh pewayangan Bima dan Gatotkaca ini sangat mempercayai
penyelenggaraan kuasa Sang Maha Pencipta dalam hidup manusia. Oleh karena itu, dalam
acara penganugerahan gelar doktor kehormatan dari ITB, Sedyatmo berpesan
kepada para mahasiswa sebagai calon inovator di masa depan untuk selalu
memanfaatkan "aji-aji pancasona" atau senjata lima serangkai yang sudah
diberikan Tuhan kepada manusia yaitu imajinasi, intelektual, intuisi,
inspirasi, serta insting yang bekerja di luar kesadaran manusia.
Prof.
Ir. R.M. Sedyatmo meninggal dunia di usia 75 tahun pada 1984, dan
dimakamkan di Karanganyar. Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang
Mahaputra Kelas I kepada Prof. Ir. R.M. Sedyatmo atas jasa-jasanya. *** [EKA | DARI BERBAGAI SUMBER | FEBY SYARIFAH | PIKIRAN RAKYAT 28032013]
Note: This blog can be accessed via your smart phone.